top of page
  • kkagd

Hari gini gak punya program pensiun?

Baru-baru ini ramai di medsos mengenai penolakan besaran gaji Rp. 8 juta bruto per bulan dari seorang fresh graduate dari salah satu Universitas ternama.


Yang mengejutkan adalah keluhan itu muncul di saat buruh memperjuangkan UMR (Upah Minimum Regional) yang saat ini berada dalam kisaran 3,9 juta per bulan di DKI Jakarta, sedangkan banyak dari mereka statusnya bukan fresh graduate dan bukan jomblo bahkan punya tanggungan anak lebih dari dua.


Respons yang muncul beragam dari yang setuju hingga yang menyayangkan sikap dari fresh graduate tersebut.

Direktorat Pajak (DJP) pun juga turut memberikan reaksi melalui instagram berbunyi:


“GAJI 8 JUTA, STATUS JOMBLO, SABTU MINGGU LEMBUR TAPI GAK DIBAYAR, GAK PUNYA PROGRAM PENSIUN, BEGINI HITUNG PAJAK PENGHASILANNYA”


Intinya, pajak bulanan yang ditanggung ‘hanya’ 155ribu perbulan atau setara dengan 1,9% dari gaji.


Menyambung pesan DJP di atas, yang menjadi pertanyaan adalah benarkah KARYAWAN GAK PUNYA PROGRAM PENSIUN ?


Fakta ini tidak benar, karena seluruh pekerja WAJIB didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan melalui program JHT (Jaminan Hari Tua) dan program Jaminan Pensiun. (lihat ilustrasi di bawah)


Fakta berikutnya adalah selama UU No. 13/2003 Ketenagakerjaan masih mengatur manfaat pesangon minimal yang WAJIB dibayarkan saat mencapai usia pensiun. Potensi manfaat maksimal yang bisa diperoleh mencapai 32,2 x gaji terakhir. Jadi si fresh graduate ini akan memperoleh tambahan sebesar Rp. 3,26 milyar sehingga jika dijumlahkan dengan akumulasi dana BPJS Ketenagakerjaan menjadi Rp. 7,66 milyar pada usia 55 tahun.


Masalahnya untuk UU No. 13/2003 maksimal pesangon 32,2 kali gaji terakhir itu hanya berlaku jika karyawan bekerja di perusahaan yang sama minimal 24 tahun berturut-turut. Berapa banyak sih generasi pekerja sekarang yang akan bekerja di satu perusahaan selama setidaknya 24 tahun ? Banyak eksekutif perusahaan besar yang saya temui masih suka gonta ganti perusahaan bahkan saat usianya di atas 45 tahun dengan tujuan mendapatkan gaji yang lebih besar tetapi lupa berhitung jika hak pesangon usia pensiunnya jadi turun banyak.


Generasi milenial dan generasi alpha yang masuk dalam kelompok fresh graduate ini sekarang cenderung lebih sering ganti job dan dengan era disrupsi sekarang banyak juga perusahan yang menerapkan model kontrak / freelance dan bukan pegawai tetap / permanen. Hal ini menjadi RISIKO bagi generasi milenial dan generasi alpha disaat UU Ketenagakerjaan tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan kompensasi pesangon pensiun bagi karyawan kontrak.


Seorang fresh graduate yang masuk ke dunia kerja perlu sedini mungkin melakukan perencanaan pensiun untuk mengkompensasi target Rp. 3,26 milyar tersebut yang saat ini diatur melalui UU No. 13/2003. DPLK dapat menjadi sarana yang paling ideal untuk mengelola program pensiun.


Karena program ini untuk masa depan yang masih Panjang, DPLK yang dipilih WAJIB memiliki tata kelola investasi yang baik dan berpengalaman.


Setidaknya diperlukan iuran tambahan 6,5% dari gaji untuk mencapai target Rp. 3,26 milyar saat usia 55 tahun dengan asumsi hasil investasi rata-rata 9% per tahun.


RISIKO ini akan semakin meningkat jika fresh graduate menunda menyisihkan iuran tambahan tersebut namun dia akan sangat beruntung jika bisa diterima dalam suatu perusahaan yang memiliki program pensiun dengan iuran setidaknya mendekati 6,5% dari gaji.

106 views0 comments
bottom of page