top of page

insights.


The introduction of PSAK 117 marks a significant shift in insurance accounting, aiming to enhance transparency and comparability across the industry. While the standard introduces complexities, it also presents insurers with an opportunity to modernise their operations and gain a competitive edge.


Key Challenges in Implementation

Implementing PSAK 117 is no small feat. Insurers face several hurdles:

  • Data Management: The standard requires detailed, granular data, necessitating robust data collection and management systems.

  • System Overhauls: Existing IT infrastructures often need significant upgrades or replacements to handle the new requirements.

  • Cross-Functional Collaboration: Successful implementation demands close co-operation between actuarial, accounting and IT departments.

  • Resource Allocation: The complexity of PSAK 117 means insurers must invest considerable time and resources, including training staff and possibly hiring new expertise.


Turning Challenges into Opportunities

Despite these challenges, PSAK 117 offers insurers a chance to:

  • Enhance Transparency: By standardising reporting, insurers can provide clearer information to stakeholders.

  • Improve Efficiency: Modernising systems and processes can lead to long-term operational efficiencies.

  • Gain Competitive Advantage: Effective implementation can position insurers as industry leaders in transparency and reliability.


KKA GD & MBE Consulting's Approach

We understand the intricacies of PSAK 117 and offer tailored solutions to assist insurers in navigating this transition. Our approach includes:

  • Comprehensive Assessments: Evaluating existing systems and processes to identify gaps and areas for improvement.

  • Customised Implementation Plans: Developing step-by-step strategies that align with each insurer's unique needs and timelines.

  • Training and Support: Providing ongoing education and assistance to ensure staff are equipped to manage new systems and processes.


While PSAK 117 presents significant challenges, it also offers a pathway to greater

transparency, efficiency, and competitiveness. With the right approach and support, insurers can not only comply with the new standard but also leverage it to strengthen their market position.


For more information on how KKA GD and MBE Consulting can assist with PSAK 117

implementation, please contact us or MBE's PSAK 117 Implementation page.

Updated: May 21

Jika anda (bukan) seorang Aktuaris, apa cara termudah yang dapat anda lakukan untuk melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis suatu perusahaan asuransi? Coba lakukan backtesting! Dengan melakukan backtesting kita dapat mengamati indikasi apakah Cadangan Teknis yang dibukukan perusahaan asuransi itu memang cukup atau sebenarnya cadangannya kurang namun premi yang diterima selama periode berjalan cukup besar sehingga seolah-olah kekurangan Cadangan Teknis tersebut dapat “disubsidi” oleh premi yang baru diterima. Kita ingin sebisa mungkin menghindari “subsidi” ini karena, bagaikan bola salju, jika dibiarkan terus menerus kekurangan Cadangan Teknis mungkin menjadi semakin besar dan dapat mengarah pada insolvency jika pemilik dan manajemen perusahaan terlambat menyadarinya.


Mari kita awali dengan menyegarkan kembali pengertian kita mengenai komponen Cadangan Teknis.


Perusahaan asuransi menyajikan Cadangan Teknis dalam empat komponen berikut :


  1. Cadangan Premi, yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang akan terjadi di masa depan yang berasal dari kontrak asuransi dengan jangka waktu pertanggungan lebih dari satu tahun (jangka panjang)


  2. Cadangan Atas Premi Yang Belum Merupakan Pendapatan (CAPYBMP), yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang akan terjadi di masa depan yang berasa dari kontrak asuransi dengan jangka waktu pertanggungan kurang dari sama dengan satu tahun (jangka pendek)


  3. Cadangan Klaim, yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang sudah terjadi namun belum dibayarkan yang berasal dari kontrak asuransi jangka panjang maupun jangka pendek. Cadangan Klaim umumya terdiri dari klaim Outstanding (OS) dan Incurred but Not Reported (IBNR)


  4. Cadangan Katastropik, yang berisi cadangan atas risiko kerugian yang timbul akibat terjadinya fenomena alam atau risiko murni kecelakaan yang menyebabkan kerugian cukup besar bagi perusahaan asuransi.


Empat hal tersebut dapat dilihat di sisi liabilitas pada neraca keuangan perusahaan. Sementara pada sisi aset neraca, perusahaan membukukan Aset Reasuransi sebagai bagian dari Cadangan Teknis yang diharapkan dapat dibayarkan dari kontrak-kontrak reasuransinya. Dari empat komponen tersebut, biasanya Cadangan Katastropik cenderung bernilai relatif kecil sehingga kali ini belum kita bahas. Untuk memudahkan pembahasan kami akan menyebut “Cadangan Premi + CAPYBMP” sebagai Cadangan Premi karena kedua hal tersebut merujuk pada cadangan atas klaim yang akan terjadi di masa depan. Kata kunci yang membedakan antara Cadangan Klaim dan Cadangan Premi adalah apakah klaimnya (tanggal kejadian klaimnya) sudah atau belum terjadi di tanggal valuasi.


Di sisi lain, pada hasil underwriting yang tercakup dalam laba rugi, perusahaan asuransi akan mengakui perubahan Cadangan Teknis (netto dari pemulihan reasuransi) sebagai bagian dari pendapatan dan/atau beban. Pada prinsipnya hasil underwriting menggambarkan apa yang terjadi selama periode pelaporan mempertimbangkan Cadangan Teknis yang dibentuk di awal periode dan akhir periode, bisnis (premi) yang diterima selama periode, serta klaim-klaim yang ada di dalam periode tersebut. Oleh karena itu, kita dapat lebih mudah melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis dengan mengamati hasil underwriting namun dari “sudut pandang” yang sedikit berbeda. Di bawah ini adalah ilustrasi hasil underwriting pada perusahaan asuransi.

Dari seluruh klaim yang dibukukan perusahan di periode berjalan, kita perlu memahami tiga kategori “sumber dana” untuk setiap klaim tersebut. Mana saja klaim yang seharusnya dibayarkan dari masing-masing Cadangan Klaim, Cadangan Premi, dan premi yang baru diterima di periode berjalan. Jika kita dapat memisahkan klaim sesuai ketiga sumber dana tersebut, kita dapat mengetahui apakah Cadangan Teknis (Cadangan Premi dan Cadangan Klaim) yang dibentuk perusahaan asuransi di awal periode itu cukup atau tidak.

Mari kita bahas lebih lanjut mengenai ketiga kategori tersebut.


Kategori pertama adalah Cadangan Klaim. Jika kita lihat selisih Cadangan Klaim di awal periode, dibandingkan dengan Cadangan Klaim di akhir periode khusus untuk klaim yang terjadi sebelum periode berjalan maka kita akan dapatkan release Cadangan Klaim untuk klaim dengan tanggal kejadian sebelum periode berjalan.


Release Cadangan Klaim ini seharusnya mampu menutupi klaim yang dibayarkan selama periode tersebut, namun khusus untuk yang memiliki tanggal kejadian sebelum periode berjalan.


Klaim-klaim yang terjadi sebelum periode berjalan seharusnya sudah dicadangkan di awal periode, baik sebagai Klaim OS maupun IBNR. Sehingga apapun yang dibukukan ditahun berjalan, idealnya diimbangi dengan release dari Cadangan Klaim tersebut. Kami menyebut ini sebagai kategori Past Business – Past Service” (“PBPS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang didapat sebelum periode berjalan (Past Business) dan terjadinya juga sebelum periode berjalan (Past Service).

 

Kategori kedua adalah Cadangan Premi. Jika kita lihat selisih Cadangan Premi di awal periode, dibandingkan dengan Cadangan Premi di akhir periode khusus untuk bisnis yang sudah inforce di awal periode maka kita akan dapatkan release Cadangan Premi untuk bisnis yang inforce di awal periode.


Release Cadangan Premi ini seharusnya mampu menutupi klaim yang dibayarkan selama periode tersebut ditambahkan dengan kenaikan Cadangan Klaimnya. Klaim yang masuk dalam kategori ini hanya klaim yang terjadi selama periode berjalan dan berasal dari bisnis yang sudah inforce di awal periode.


Untuk bisnis yang inforce di awal periode, Cadangan Preminya harus cukup untuk membayar klaim yang terjadi selama periode berjalan ditambah klaim yang akan terjadi setelah periode berjalan. Ini sesuai dengan pengertian Cadangan Premi di atas. Kami menyebut kategori ini sebagai Past Business – Current Service” (“PBCS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang didapat sebelum periode berjalan (Past Business) dan terjadi di periode berjalan (Current Service).


Kategori terakhir adalah premi yang diterima di periode berjalan. Untuk kategori terakhir, klaim yang terjadi di periode berjalan atas bisnis baru (New Business), sumber dananya adalah dari Premi yang baru diterima di periode berjalan, namun dikurangi dengan Cadangan Preminya pada akhir periode.


Pada kategori ini premi yang baru diterima di periode berjalan seharusnya mencukupi klaim yang terjadi di periode tersebut ditambah dengan klaim yang akan terjadi di masa depan, khusus untuk yang berasal dari bisnis yang baru terbit di periode berjalan. Kami menyebut ini sebagai New Business – Current Service” (“NBCS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang baru didapat diperiode berjalan (New Business) dan klaimnya terjadi di periode berjalan (Current Service).

 

Pada ilustrasi berikut memperlihatkan backtesting dilakukan untuk melihat kecukupan Cadangan Teknis (netto dari reasuransi) dengan pengamatan selama satu tahun untuk perusahaan asuransi umum.


Mengacu pada ilustrasi hasil underwriting di atas, Pendapatan dan Beban Underwriting Lain dianggap bernilai 0. Kita juga akan mengeluarkan komponen bruto dan reasuransi untuk lebih berfokus pada netto sehingga hasil underwriting dapat disederhanakan menjadi berikut :

Pada tahap ini, indikasi kecukupan Cadangan Teknis belum dapat dilihat dengan mudah. Kita baru dapat melihat bahwa di tahun berjalan terdapat profit underwriting sebesar 51.3M namun kita tidak tahu apakah ini memang karena masing-masing Cadangan Premi dan Cadangan Klaimnya cukup atau sebenarnya karena terdapat subsidi antara 3 kategori yang telah dijelaskan di atas.


Dengan menyajikan hasil underwriting dengan komponen seperti di bawah ini akan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas.

Pada komponen pertama, yaitu PBPS, klaim yang dibayarkan selama periode berjalan adalah sebesar 63M. Namun release dari Cadangan Klaimnya hanya sebesar 40M. Ini menunjukan terdapat kekurangan sebesar 22M. Kekurangan ini seluruhnya diakui sebagai kerugian di periode berjalan.


Pada komponen kedua, yaitu PBCS, terdapat release Cadangan Premi sebesar 28M. Di sisi lain, klaim yang terjadi di periode berjalan adalah sebesar 53M dengan 31M nya sudah dibayarkan dan 21M nya masih dicadangkan. Dari sini ternyata perusahaan juga mengalami ketidakcukupan Cadangan Premi sebesar 24M. kekurangan ini juga seluruhnya diakui sebagai kerugian di periode berjalan.


Pada komponen terakhir, yaitu NBCS, perusahaan menerima premi sebesar 154M kemudian mencadangkan Cadangan Premi sebesar 30M sehingga terdapat pendapatan sebesar 123M. Di sisi lain, di periode berjalan terjadi klaim sebesar 24M dengan 14M nya sudah dibayarkan dan 9M nya masih dicadangkan. Dengan demikian komponen ini menghasilkan profit underwriting sebesar 98M.


Dengan menjumlahkan 3 komponen tersebut, maka kita dapatkan profit underwriting sebesar 51M. Namun kita dapat melihat bahwa sebenarnya Cadangan Klaim dan Cadangan Premi yang dibentuk perusahaan tidak cukup. Profit underwriting utamanya didapat dari kategori NBCS. Jika tidak ada perubahan yang signifikan pada proses bisnisnya, kita dapat mencurigai apakah Cadangan Premi (30M) dan Cadangan Klaim (9M) dalam kategori NBCS ini benar-benar cukup? Aktuaris lah yang lebih bisa menjawabnya.

 

Jika Anda bukan seorang Aktuaris, Anda dapat melakukan backtesting seperti ilustrasi di atas namun dengan rentang pengamatan yang lebih panjang. Misalkan dengan mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X5 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X5, juga mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X4 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X4 + 20X5, juga mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X3 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X3 + 20X4 + 20X5, dst. Jika hasil dari pengamatan tersebut menunjukan hasil yang konsisten tidak cukup dan Anda menyadari bahwa tidak terdapat perubahan-perubahan proses bisnis yang signifikan maka mungkin Anda dapat melihat indikasi apakah Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode 20X5 cukup atau tidak.

 

Kita perlu menyadari hal-hal lain yang berpengaruh pada penilaian kita terhadap kecukupan Cadangan Teknis. Pada dasarnya, cara ini tidak menjamin 100% bahwa cukup/tidaknya Cadangan Teknis yang dibentuk di awal periode akan menggambarkan cukup/tidaknya Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode. Beberapa hal yang dapat diperhatikan lebih lanjut adalah (namun tidak terbatas pada) :

  1. Apakah ada extreme event yang mendistorsi pengalaman perusahaan secara signifikan?

  2. Apakah terdapat perubahan komposisi bisnis yang signifikan?

  3. Apakah terdapat perubahan RTC (Rate, Terms & Condition) yang signifikan?

  4. Seberapa signifikan, baik dari sisi nominal dan waktu, praktik early booking dan late booking dalam perusahaan?

  5. Seberapa besar komponen lain dalam Cadangan Teknis yang dipengaruhi oleh basis perhitungannya seperti Provision for Adverse Deviation (PAD), Indirect Claims Handling Expenses (ICHE), Policy Maintenance Expenses (PME), dan discounting effect?

  6. Seberapa besar margin implisit yang tercakup dalam metode dan asumsi yang digunakan, seperti pemlihan LDF, pemilihan Loss Ratio, dll.


Oleh karena itu, Aktuaris tetap diperlukan untuk dapat secara lebih akurat mengkuantifikasi dampak hal-hal tersebut (dan hal lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu) sehingga Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode dapat dinilai kecukupannya. Aktuaris juga dapat menilai apakah cukup/tidaknya Cadangan Teknis ini akibat volatilitas yang wajar dialami oleh perusahaan asuransi, atau memang ada faktor tertentu.

 

Melakukan backtesting untuk melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis seperti ilustrasi di atas akan sangat bermanfaat bagi perusahaan asuransi sebagai early warning untuk mencegah terjadinya insolvency. Ini juga sejalan dengan penerapan PSAK 117 yang menuntut tingkat transparansi yang lebih tinggi dimana perusahaan asuransi diharuskan untuk memisahkan perubahan yang terkait dengan jasa masa lalu, sekarang, dan yang akan datang, yang langsung berkaitan dengan ketiga kategori sumber dana untuk klaim yang disebutkan.


 

Glosarium

  1. Klaim Outstanding (OS) : klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan ke perusahaan asuransi

  2. Klaim Incurred But Not Reported (IBNR) : klaim yang sudah terjadi namun belum dilaporkan ke perusahaan

  3. Extreme Event : kejadian luar biasa yang tidak pernah atau sangat jarang terjadi sebelumnya serta tidak diharapkan untuk terjadi lagi di masa depan dalam waktu dekat

  4. Early booking : pembukuan polis sebelum masa pertanggungan asuransinya mulai

  5. Late booking : pembukuan polis setelah masa pertanggungan asuransinya mulai (atau bahkan setelah masa pertanggungan asuransinya selesai)

  6. Provision for Adverse Deviation (PAD) : Provisi yang menjadi bantalan ketika klaim sebenarnya lebih tinggi daripada nilai estimasi terbaiknya

  7. Indirect Claims Handling Expenses (ICHE) : Biaya tidak langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan klaim, seperti gaji karyawan departemen klaim.

  8. Policy Maintenance Expenses (PME) : Biaya tidak langsung yang diperlukan untuk  memelihara polis, seperti biaya administrasi


Artikel ditulis oleh:

Muhammad Hanif Saiful, ASAI, Senior Konsultan KKA I Gde Eka Sarmaja, FSAI dan Rekan

Updated: May 21




Ketika perusahaan asuransi menyiapkan perhitungan transisi untuk PSAK 117, Perusahaan mungkin tidak dapat menggunakan pendekatan fully retrospective atau modified retrospective karena ketidakcukupan data untuk mendukung perhitungan tersebut. Dalam skenario ini, Perusahaan dapat menggunakan Fair Value Approach. KKA GD akan memperkenalkan pendekatan ini secara singkat, mengidentifikasi metode praktis yang kami rekomendasikan sambil menjabarkan beberapa kendala yang ditemukan dalam beberapa klien yang kami bantu dalam perjalanan mereka menggunakan Fair Value Approach.


Fair Value adalah harga yang  akan diterima untuk menjual aset (atau dibayarkan untuk transfer kewajiban) dalam transaksi antara para pelaku pasar pada tanggal pengukuran. Kami menentukan Fair Value untuk suatu portfolio sehingga kami dapat mengukur contractual service margin (atau loss component) berdasarkan PSAK117 pada tanggal transisi. 


Terdapat tiga kemungkinan pendekatan: market, cost dan income.


Pendekatan income, khususnya pendekatan nilai sekarang dari distributable earnings, adalah metode pilihan kami untuk digunakan dalam menentukan Fair Value.


Namun, kami telah mengidentifikasikan bahwa beberapa Perusahaan di industri mencoba menggunakan pendekatan yang disederhanakan, untuk menentukan Fair Value. Pendekatan tersebut adalah:

  • Value of in-force business (VIF), di mana VIF didefinisikan sebagai ekspektasi profit di masa yang akan datang dari bisnis in-force.

  • Economic Capital Technical Provisions, yang terdiri dari penjumlahan BEL dan Margin Risiko.


Kami memahami daya tarik pendekatan yang disederhanakan tersebut, tetapi pendekatan tersebut mengandung beberapa kekurangan yang sulitdipertahankan saat proses audit. Misalnya:

  • VIF menyatakan laba selama jangka waktu produk tersedia untuk didistribusikan segera. Kita tahu ini tidak benar. Memang, PSAK 117 telah memperkenalkan CSM dan RA yang akan merilis laba saat keduanya habis. VIF mengabaikan metrik PSAK 117 yang baru ini. VIF juga mengabaikan untuk mempertimbangkan persyaratan modal regulasi yang harus dipenuhi.

  • Dengan menggunakan Technical Provisions  (TP), kita mencampur aturan kebutuhan modal dalam laporan keuangan. Jika TP digunakan sebagai nilai FV, ada kecenderungan akan lebih rendah dari FV yang sebenarnya. Misalnya, tidak ada asumsi yang eksplisit untuk profit margin.


Sebaliknya, seperti yang disebutkan, kami merekomendasikan distributable earnings approach. Pendekatan ini mengkonversi arus kas yang dapat didistribusikan di masa yang akan datang menjadi single discounted amount. Pendekatan ini menghasilkan nilai inheren bisnis bagi pemiliknya. Pengukuran FV mencerminkan ekspektasi pasar saat ini tentang profil distributed earnings di masa mendatang yang akan diambil tersebut – baik dalam jumlah maupun waktu.


Kami telah berhasil melakukan perhitungan Fair Value untuk sejumlah klien di berbagai pasar di seluruh dunia dan siap mendukung perusahaan lain di setiap tahapan proses ini.

© 2025 by Kantor Konsultan Aktuaria I Gde Eka Sarmaja, FSAI dan Rekan

bottom of page