top of page

insights.

Updated: Sep 18

ree

Implementasi PSAK 117 menandai sebuah batu loncatan dalam industri asuransi Indonesia yang mencerminkan proses adopsi IFRS 17 yang menggantikan PSAK 104. Transisi ini menyelaraskan Indonesia dengan praktik terbaik internasional dalam akuntansi asuransi serta bertujuan untuk memberikan tingkat keterbandingan, transparansi, dan konsistensi yang lebih baik di lintas pasar. Untuk Indonesia, hal ini juga menjadi peluang untuk memodernisasi kerangka pelaporan sekaligus menjawab tantangan unik di pasar domestik.


Tantangan Utama dalam Transisi

Berpindah dari PSAK 104 ke PSAK 117 menghadirkan sejumlah tantangan penting bagi perusahaan asuransi maupun regulator:

  • Pendekatan Pengukuran yang Berbeda – PSAK 104 menggunakan pendekatan “best estimate plus margin”, sedangkan PSAK 117 mensyaratkan fulfilment cash flows, risk adjustment, serta pembentukan Contractual Service Margin (CSM).

  • Pengakuan Laba – Dalam PSAK 104, laba sangat terkait dengan premi yang diterima; PSAK 117 mengakui laba seiring dengan jasa yang diberikan, sehingga mengubah waktu pengakuan laba yang dilaporkan.

  • Konfigurasi Ulang Neraca – Pembentukan CSM dan risk adjustment secara signifikan mengubah penyajian ekuitas dalam PSAK 117.

  • Kebutuhan Data dan Sistem – Transisi memerlukan proyeksi aktuaria yang berkualitas tinggi, data historis, serta peningkatan sistem agar mampu menangani perhitungan dan pelaporan yang lebih kompleks.


Untuk memahami dampak perubahan ini secara lebih jelas, diperlukan suatu pendekatan yang dapat menjembatani perbedaan hasil antara PSAK 104 dan PSAK 117, yaitu melalui “bridge analysis” (analisa pergerakan dari PSAK 104 ke PSAK 117).


Mengapa Bridge Analysis Diperlukan?

Bridge analysis memberikan transparansi dengan merekonsiliasi hasil dari kedua standar, serta menjelaskan pergerakan antara PSAK 104 dan PSAK 117. Hal ini sangat penting untuk:

  • Kejelasan Regulasi – membantu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memahami sumber perubahan dan memantau transisi pasar.

  • Transparansi Perusahaan Asuransi – memungkinkan perusahaan asuransi menjelaskan hasil secara jelas kepada manajemen, pemegang saham, dan auditor.

  • Stabilitas Pasar – memastikan dampak transisi dapat dipahami dengan baik dan tidak mengurangi kepercayaan.

  • Keselarasan dengan Praktik Terbaik Global – mencerminkan bagaimana regulator di pasar lain (Inggris, Uni Eropa, Asia) mengawasi penerapan IFRS 17.


Bridging Analysis

Pembahasan di bawah ini menggambarkan bridging analysis dalam dua bagian:

  • Rekonsiliasi Laba – menunjukkan bagaimana laba PSAK 104 untuk periode tertentu bertransisi menjadi laba PSAK 117, disertai penjelasan atas setiap penyesuaian.

  • Equity Bridge – memperlihatkan pergerakan ekuitas pemegang saham, dengan merekonsiliasi saldo awal PSAK 104 ke saldo awal PSAK 117.


Dengan menyajikan rekonsiliasi ini secara jelas, perusahaan asuransi dapat menunjukkan bahwa perbedaan antara PSAK 104 dan PSAK 117 dapat ditelusuri, dijelaskan, dan dibenarkan. Bagi OJK, bridges ini memberikan pandangan yang transparan mengenai dampak finansial dari standar baru serta kerangka kerja untuk menilai kesiapan perusahaan asuransi.


Bridging Analysis – Rekonsiliasi Laba

Salah satu aspek terpenting dalam transisi dari PSAK 104 ke PSAK 117 adalah memahami bagaimana laba yang dilaporkan berubah antara kedua standar. Di bawah PSAK 104, pengakuan laba sangat terkait dengan premi yang diterima serta pelepasan cadangan. Sebaliknya, PSAK 117 memperkenalkan model pengakuan berbasis jasa, di mana laba muncul melalui pelepasan Contractual Service Margin (CSM), bersama dengan penyesuaian akibat diskonto dan risiko.


Rekonsiliasi laba memberikan cara yang terstruktur untuk menjelaskan perbedaan ini dengan memulai dari laba PSAK 104 untuk periode tertentu, lalu menerapkan serangkaian penyesuaian hingga diperoleh laba PSAK 117. Setiap penyesuaian mencerminkan karakteristik spesifik dari standar baru, termasuk:

  • Perubahan pengakuan pendapatan – pengakuan laba bergeser dari berbasis premi menjadi berbasis jasa.

  • Dampak diskonto – fulfilment cash flows diukur dengan nilai kini menggunakan suku bunga saat ini.

  • Risk adjustment – adanya alokasi eksplisit untuk risiko non-keuangan yang mengurangi laba yang dilaporkan pada periode awal.

  • Pelepasan CSM – pelepasan laba yang belum diperoleh secara sistematis, yang memperhalus pola laba dari waktu ke waktu.

  • Perubahan klasifikasi lainnya – termasuk perlakuan biaya akuisisi dan reasuransi.


Dengan memecah pergerakan dari laba PSAK 104 ke laba PSAK 117, perusahaan asuransi dapat menunjukkan penjelasan yang jelas dan dapat ditelusuri mengenai faktor-faktor pendorong perubahan. Bagi OJK, rekonsiliasi ini merupakan alat berharga untuk menilai transparansi dan keandalan hasil selama periode transisi.


Ilustrasi laporan laba rugi berikut (salah satu Perusahaan di UK) menggambarkan bagaimana laba yang dilaporkan berdasarkan IFRS 4 bertransisi ke IFRS17, dengan setiap penyesuaian mencerminkan karakteristik utama dari standar baru. Namun, perlu dicatat bahwa beberapa poin di bawah ini mungkin tidak sepenuhnya relevan dengan kondisi pasar di Indonesia.

ree

Terdapat beberapa pos laporan laba rugi pada IFRS 4 yang dihapus dan/atau diklasifikasikan ulang sebagai berikut:

  1. Pendapatan premi asuransi tidak lagi ditampilkan dalam laporan laba rugi IFRS 17; melainkan tercermin di neraca melalui penyesuaian terhadap nilai tercatat liabilitas kontrak asuransi dan kontrak investasi dengan partisipasi.

  2. Klaim asuransi dan pergerakan liabilitas yang diakui pada IFRS 4 dan IFRS 9 dihapus. Dalam IFRS 17, jumlah tersebut ditampilkan dalam insurance service expenses, net insurance finance income, net expense from reinsurance contracts held, dan net finance expense from reinsurance contracts held, sementara jumlah IFRS 9 tercermin dalam perubahan kontrak investasi non-partisipasi.

  3. Pergerakan VIF pada basis IFRS 4 dihapus.

  4. Pendapatan bersih biaya dan komisi disesuaikan untuk mencerminkan beban investasi yang diklasifikasikan ulang ke insurance service expenses, beban komisi yang ditangguhkan sebagai beban akuisisi, serta biaya tahunan tertentu yang diakui sebagai variable fees received yang menyesuaikan CSM.

  5. Beban operasional disesuaikan dengan menghapus beban pemeliharaan (kini termasuk dalam insurance service expenses) dan menangguhkan beban akuisisi ke dalam CSM.


Terdapat beberapa pos laporan laba rugi yang ditambahkan pada IFRS 17 sebagai berikut:

  1. Pendapatan asuransi meliputi:

    1. CSM yang dilepaskan selama periode berjalan.

    2. Perubahan risk adjustment untuk jasa saat ini.

    3. Klaim yang diharapkan (tidak termasuk komponen investasi) dan beban jasa lain yang diharapkan.

    4. Alokasi premi untuk pemulihan beban akuisisi.

    5. Pendapatan dari kontrak di bawah Premium Allocation Approach (PAA).

  2. Beban jasa asuransi mencakup:

    1. Klaim yang terjadi (tidak termasuk komponen investasi).

    2. Beban jasa yang dapat diatribusikan.

    3. Amortisasi biaya akuisisi.

    4. Perubahan terkait jasa masa lalu, seperti perubahan fulfilment cash flows yang berhubungan dengan Liability for Incurred Claims (LIC)

    5. Perubahan terkait jasa masa depan, seperti kerugian dan reversal kerugian pada kelompok kontrak yang onerous.

    6. Kerugian dari modifikasi kontrak.

  3. Beban bersih dari kontrak reasuransi yang dimiliki mencakup:

    1. CSM yang diakui atas jasa reasuransi yang diterima.

    2. Perubahan risk adjustment untuk risiko yang sudah kedaluwarsa.

    3. Pemulihan klaim yang diharapkan dan pemulihan beban lainnya.

    4. Pemulihan klaim yang terjadi dan beban jasa lainnya.

    5. Pemulihan kerugian dan reversals kerugian pada kontrak dasar yang onerous.

    6. Pendapatan dan beban (selain insurance finance income or expenses) untuk kontrak reasuransi di bawah PAA.

  4. Pendapatan keuangan bersih dari kontrak asuransi mencerminkan perubahan pada nilai tercatat suatu kelompok kontrak asuransi, termasuk akresi bunga atas CSM, dampak perubahan suku bunga dan asumsi keuangan lainnya, opsi mitigasi risiko, serta perubahan nilai wajar dari aset dasar untuk kontrak partisipasi langsung.

  5. Beban keuangan bersih dari kontrak reasuransi yang dimiliki merepresentasikan perubahan terkait keuangan atas nilai tercatat suatu kelompok kontrak reasuransi, termasuk akresi bunga atas CSM serta dampak perubahan suku bunga dan asumsi keuangan lainnya.


Terdapat penyesuaian lainnya sebagai berikut:

  1. Perubahan pada kontrak investasi non-partisipasi ditampilkan secara terpisah, direklasifikasi dari klaim asuransi dan perubahan liabilitas kontrak asuransi serta kontrak investasi.

  2. Reklasifikasi atas komponen deposit tertentu yang sebelumnya berada di bawah IFRS 9 diakui. Untuk kontrak hybrid Unit-Linked/With-Profit tertentu, IFRS 4 mensyaratkan pemisahan komponen deposit ke dalam IFRS 9, namun di bawah IFRS 17 komponen investasi diperlakukan sebagai non-distinct, sehingga keseluruhan kontrak diklasifikasikan dalam kontrak asuransi dan kontrak investasi dengan partisipasi.

  3. Untuk akhir tahun, hal ini termasuk ketentuan pajak transisi yang memungkinkan perusahaan asuransi jiwa menyebarkan dampak transisi laba rugi selama 10 tahun. Namun, pada 30 Juni, ketentuan ini belum secara substansial diberlakukan sehingga belum tercermin.


Selain penyesuaian yang dijelaskan di atas, pergerakan bunga pihak ketiga dalam dana konsolidasi direklasifikasi dari beban bunga ke pos terpisah dalam penyajian laporan laba rugi IFRS 17. Reklasifikasi ini tidak memengaruhi laba periode berjalan.


Bridging Analysis – Equity Bridge

Seiring dengan rekonsiliasi laba, equity bridge memberikan penjelasan yang jelas mengenai bagaimana ekuitas awal berdasarkan PSAK 104 bertransisi menjadi ekuitas awal berdasarkan PSAK 117. Rekonsiliasi ini sangat penting karena adopsi PSAK 117 tidak hanya memengaruhi pengakuan laba, tetapi juga secara mendasar mengubah penyajian dan pengukuran pos-pos dalam neraca.


Equity bridge menyoroti dampak dari penyesuaian utama, termasuk:

  • Pengukuran ulang provisi teknis – liabilitas diukur dengan pendekatan fulfilment cash flow, menggantikan pendekatan PSAK 104 “best estimate plus margin”.

  • Pengenalan CSM – laba masa depan yang belum diperoleh diakui sebagai liabilitas, bukan sebagai bagian dari ekuitas.

  • Penyesuaian Risiko – alokasi eksplisit untuk risiko non-keuangan mengurangi ekuitas yang dilaporkan dibandingkan dengan PSAK 104.

  • Dampak pajak tangguhan – perubahan pada liabilitas dan ekuitas mengalir ke saldo pajak.

  • Reklasifikasi lainnya – seperti perlakuan atas biaya akuisisi tangguhan dan penghapusan cadangan tertentu.


Dengan menyajikan pergerakan ini secara jelas, equity bridge memastikan bahwa pemangku kepentingan dapat menelusuri dan memahami penyesuaian yang mendorong perubahan ekuitas yang dilaporkan. Bagi OJK, hal ini memberikan transparansi dan keyakinan bahwa posisi awal perusahaan asuransi di bawah PSAK 117 akurat dan dapat dibandingkan di seluruh pasar.


Contoh neraca berikut (salah satu Perusahaan di UK) menggambarkan bagaimana ekuitas awal dan liabilitas berdasarkan IFRS 4 bertransisi ke IFRS 17.

ree

Catatan

  1. VIF dihentikan pengakuannya berdasarkan IFRS 17, karena laba ditangguhkan alih-alih diakui pada saat inisiasi kontrak.

  2. Berdasarkan IFRS 17, liabilitas kontrak asuransi dan kontrak investasi dengan partisipasi diukur berdasarkan best estimate basis, menggantikan basis prudent atau realistic yang digunakan pada IFRS 4.

  3. Liabilitas penyesuaian risiko (Risk Adjustment) diakui untuk mencerminkan dampak risiko non-keuangan pada arus kas asuransi, disajikan setelah dikompensasikan dengan reasuransi.

  4. Liabilitas CSM merepresentasikan laba yang belum diperoleh (unearned profit) yang akan diakui seiring jasa asuransi diberikan sepanjang umur kontrak, disajikan setelah mengeliminasi biaya dan fee intra-grup dari asuransi yang dijual melalui saluran perbankan.

  5. Pajak tangguhan disesuaikan untuk pergerakan laba ditahan antara IFRS 4 dan IFRS 17, termasuk dampak CSM terkait fee intra-grup.

  6. Laba ditahan disesuaikan untuk dampak konsekuensial IFRS 17 terhadap standar akuntansi lainnya serta untuk penyajian kembali translasi mata uang asing pada operasi luar negeri.

  7. Penyesuaian IFRS 17 terkait laba yang dirinci dalam laporan laba rugi statutory, dengan tambahan penyesuaian untuk penyajian kembali cadangan translasi mata uang asing.


Berdasarkan IFRS 17, pendapatan dari kontrak asuransi terutama diakui melalui pelepasan CSM dan Penyesuaian Risiko


Analisa Lanjutan berdasarkan hasil Bridge Analysis

Bridge Analysis biasanya menimbulkan beberapa pertanyaan umum terkait hasil perhitungan, yang kemudian bisa menjadi bahan analisa lebih lanjut. Berikut kami sampaikan dua pertanyaan dasar yang sering kali muncul dari berbagai pihak:


Laba Sebelum Pajak – Mana yang lebih tinggi, PSAK 104 atau PSAK 117?

Berikut adalah rule of thumb (gambaran singkat tanpa hitungan detil) atas kapan laba PSAK 104 atau PSAK 117 lebih tinggi:


  1. Tahun awal kontrak

    Laba PSAK 104 cenderung lebih tinggi karena laba bisa langsung diakui sementara di PSAK 117 sebagian laba ditahan dalam CSM


  2. Sepanjang periode kontrak

    Laba PSAK 117 lebih stabil karena diratakan lewat pelepasan CSM dan Penyesuaian Risiko (tidak lonca-loncat seperti di PSAK 104)


  3. Jika ada biaya akuisisi besar

    Laba PSAK 117 cenderung lebih besar karena biaya akuisisi ditangguhkan (dimasukkan ke CSM) dan diamortisasi, sedangkan PSAK 104 sering langsung membebankan biaya penuh di awal.


  4. Jika kontrak onerous

    Laba PSAK 117 cenderung lebih rendah karena kerugian kontrak langsung diakui penuh ke laba rugi sedangkan dalam PSAK 104 kadang aturan LAT lebih longgar


  5. Saat ada reasuransi

    Laba PSAK 117 dapat lebih tinggi karena ada aturan eksplisit untuk kontrak reasuransi dimana bisa offset kerugian kontrak langsung sedangkan dalam PSAK 104 tidak selalu matching karena metode tidak diatur secara detil


  6. Untuk jangka panjang, total laba cenderung sama dan hanya berbeda pada timing dan volatilitas.


Namun, rule of thumb ini dapat tidak berlaku untuk kasus-kasus spesifik tertentu yang terjadi pada suatu Perusahaan atau pasar.


Liabilitas – Mana yang lebih tinggi, PSAK 104 atau PSAK 117?

Liabilitas asuransi di PSAK 117 cenderung lebih besar dibandingkan dengan PSAK 104 karena PSAK 117 lebih komprehensif mencakup penyesuaian risiko, CSM dan komponen-komponen lainnya.


Komponen dalam PSAK 117 yang biasanya mendorong kewajiban naik adalah:

ree

Kesimpulan

  1. Adopsi PSAK 117 menandai perubahan mendasar dalam akuntansi asuransi di Indonesia, menghadirkan keselarasan internasional, peningkatan transparansi, dan keterbandingan.

  2. Bridge analysis (laba dan ekuitas) merupakan alat penting untuk menjelaskan bagaimana hasil bertransisi dari PSAK 104 ke PSAK 117, sehingga perubahan dapat ditelusuri dan dibenarkan.

  3. Rekonsiliasi rinci dengan catatan pendukung memberikan kejelasan atas setiap penyesuaian, sehingga OJK dan perusahaan asuransi memiliki pandangan yang jelas mengenai faktor-faktor pendorong pergerakan.

  4. Kolaborasi antara OJK, perusahaan asuransi, dan advisors akan menjadi kunci dalam penerapan yang mulus dan konsisten, dengan persiapan sejak dini yang dapat mengurangi risiko.

  5. Pada akhirnya, langkah-langkah ini akan mendukung stabilitas pasar, kepercayaan regulator, dan kepercayaan pemangku kepentingan ketika Indonesia sepenuhnya memasuki rezim pelaporan PSAK 117.


Untuk pertanyaan lebih lanjut, silahkan hubungi konsultan kami melalui email nico.andico@kkagd.com atau hanif.saiful@kkagd.com



 
 
 
ree

The introduction of PSAK 117 marks a significant shift in insurance accounting, aiming to enhance transparency and comparability across the industry. While the standard introduces complexities, it also presents insurers with an opportunity to modernise their operations and gain a competitive edge.


Key Challenges in Implementation

Implementing PSAK 117 is no small feat. Insurers face several hurdles:

  • Data Management: The standard requires detailed, granular data, necessitating robust data collection and management systems.

  • System Overhauls: Existing IT infrastructures often need significant upgrades or replacements to handle the new requirements.

  • Cross-Functional Collaboration: Successful implementation demands close co-operation between actuarial, accounting and IT departments.

  • Resource Allocation: The complexity of PSAK 117 means insurers must invest considerable time and resources, including training staff and possibly hiring new expertise.


Turning Challenges into Opportunities

Despite these challenges, PSAK 117 offers insurers a chance to:

  • Enhance Transparency: By standardising reporting, insurers can provide clearer information to stakeholders.

  • Improve Efficiency: Modernising systems and processes can lead to long-term operational efficiencies.

  • Gain Competitive Advantage: Effective implementation can position insurers as industry leaders in transparency and reliability.


KKA GD & MBE Consulting's Approach

We understand the intricacies of PSAK 117 and offer tailored solutions to assist insurers in navigating this transition. Our approach includes:

  • Comprehensive Assessments: Evaluating existing systems and processes to identify gaps and areas for improvement.

  • Customised Implementation Plans: Developing step-by-step strategies that align with each insurer's unique needs and timelines.

  • Training and Support: Providing ongoing education and assistance to ensure staff are equipped to manage new systems and processes.


While PSAK 117 presents significant challenges, it also offers a pathway to greater

transparency, efficiency, and competitiveness. With the right approach and support, insurers can not only comply with the new standard but also leverage it to strengthen their market position.


For more information on how KKA GD and MBE Consulting can assist with PSAK 117

implementation, please contact us or MBE's PSAK 117 Implementation page.

 
 
 

Updated: May 21

ree

Jika anda (bukan) seorang Aktuaris, apa cara termudah yang dapat anda lakukan untuk melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis suatu perusahaan asuransi? Coba lakukan backtesting! Dengan melakukan backtesting kita dapat mengamati indikasi apakah Cadangan Teknis yang dibukukan perusahaan asuransi itu memang cukup atau sebenarnya cadangannya kurang namun premi yang diterima selama periode berjalan cukup besar sehingga seolah-olah kekurangan Cadangan Teknis tersebut dapat “disubsidi” oleh premi yang baru diterima. Kita ingin sebisa mungkin menghindari “subsidi” ini karena, bagaikan bola salju, jika dibiarkan terus menerus kekurangan Cadangan Teknis mungkin menjadi semakin besar dan dapat mengarah pada insolvency jika pemilik dan manajemen perusahaan terlambat menyadarinya.


Mari kita awali dengan menyegarkan kembali pengertian kita mengenai komponen Cadangan Teknis.


Perusahaan asuransi menyajikan Cadangan Teknis dalam empat komponen berikut :

ree

  1. Cadangan Premi, yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang akan terjadi di masa depan yang berasal dari kontrak asuransi dengan jangka waktu pertanggungan lebih dari satu tahun (jangka panjang)


  2. Cadangan Atas Premi Yang Belum Merupakan Pendapatan (CAPYBMP), yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang akan terjadi di masa depan yang berasa dari kontrak asuransi dengan jangka waktu pertanggungan kurang dari sama dengan satu tahun (jangka pendek)


  3. Cadangan Klaim, yang berisi cadangan atas klaim-klaim yang sudah terjadi namun belum dibayarkan yang berasal dari kontrak asuransi jangka panjang maupun jangka pendek. Cadangan Klaim umumya terdiri dari klaim Outstanding (OS) dan Incurred but Not Reported (IBNR)


  4. Cadangan Katastropik, yang berisi cadangan atas risiko kerugian yang timbul akibat terjadinya fenomena alam atau risiko murni kecelakaan yang menyebabkan kerugian cukup besar bagi perusahaan asuransi.


Empat hal tersebut dapat dilihat di sisi liabilitas pada neraca keuangan perusahaan. Sementara pada sisi aset neraca, perusahaan membukukan Aset Reasuransi sebagai bagian dari Cadangan Teknis yang diharapkan dapat dibayarkan dari kontrak-kontrak reasuransinya. Dari empat komponen tersebut, biasanya Cadangan Katastropik cenderung bernilai relatif kecil sehingga kali ini belum kita bahas. Untuk memudahkan pembahasan kami akan menyebut “Cadangan Premi + CAPYBMP” sebagai Cadangan Premi karena kedua hal tersebut merujuk pada cadangan atas klaim yang akan terjadi di masa depan. Kata kunci yang membedakan antara Cadangan Klaim dan Cadangan Premi adalah apakah klaimnya (tanggal kejadian klaimnya) sudah atau belum terjadi di tanggal valuasi.


Di sisi lain, pada hasil underwriting yang tercakup dalam laba rugi, perusahaan asuransi akan mengakui perubahan Cadangan Teknis (netto dari pemulihan reasuransi) sebagai bagian dari pendapatan dan/atau beban. Pada prinsipnya hasil underwriting menggambarkan apa yang terjadi selama periode pelaporan mempertimbangkan Cadangan Teknis yang dibentuk di awal periode dan akhir periode, bisnis (premi) yang diterima selama periode, serta klaim-klaim yang ada di dalam periode tersebut. Oleh karena itu, kita dapat lebih mudah melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis dengan mengamati hasil underwriting namun dari “sudut pandang” yang sedikit berbeda. Di bawah ini adalah ilustrasi hasil underwriting pada perusahaan asuransi.

ree

Dari seluruh klaim yang dibukukan perusahan di periode berjalan, kita perlu memahami tiga kategori “sumber dana” untuk setiap klaim tersebut. Mana saja klaim yang seharusnya dibayarkan dari masing-masing Cadangan Klaim, Cadangan Premi, dan premi yang baru diterima di periode berjalan. Jika kita dapat memisahkan klaim sesuai ketiga sumber dana tersebut, kita dapat mengetahui apakah Cadangan Teknis (Cadangan Premi dan Cadangan Klaim) yang dibentuk perusahaan asuransi di awal periode itu cukup atau tidak.

Mari kita bahas lebih lanjut mengenai ketiga kategori tersebut.


Kategori pertama adalah Cadangan Klaim. Jika kita lihat selisih Cadangan Klaim di awal periode, dibandingkan dengan Cadangan Klaim di akhir periode khusus untuk klaim yang terjadi sebelum periode berjalan maka kita akan dapatkan release Cadangan Klaim untuk klaim dengan tanggal kejadian sebelum periode berjalan.


Release Cadangan Klaim ini seharusnya mampu menutupi klaim yang dibayarkan selama periode tersebut, namun khusus untuk yang memiliki tanggal kejadian sebelum periode berjalan.


Klaim-klaim yang terjadi sebelum periode berjalan seharusnya sudah dicadangkan di awal periode, baik sebagai Klaim OS maupun IBNR. Sehingga apapun yang dibukukan ditahun berjalan, idealnya diimbangi dengan release dari Cadangan Klaim tersebut. Kami menyebut ini sebagai kategori Past Business – Past Service” (“PBPS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang didapat sebelum periode berjalan (Past Business) dan terjadinya juga sebelum periode berjalan (Past Service).

 

Kategori kedua adalah Cadangan Premi. Jika kita lihat selisih Cadangan Premi di awal periode, dibandingkan dengan Cadangan Premi di akhir periode khusus untuk bisnis yang sudah inforce di awal periode maka kita akan dapatkan release Cadangan Premi untuk bisnis yang inforce di awal periode.


Release Cadangan Premi ini seharusnya mampu menutupi klaim yang dibayarkan selama periode tersebut ditambahkan dengan kenaikan Cadangan Klaimnya. Klaim yang masuk dalam kategori ini hanya klaim yang terjadi selama periode berjalan dan berasal dari bisnis yang sudah inforce di awal periode.


Untuk bisnis yang inforce di awal periode, Cadangan Preminya harus cukup untuk membayar klaim yang terjadi selama periode berjalan ditambah klaim yang akan terjadi setelah periode berjalan. Ini sesuai dengan pengertian Cadangan Premi di atas. Kami menyebut kategori ini sebagai Past Business – Current Service” (“PBCS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang didapat sebelum periode berjalan (Past Business) dan terjadi di periode berjalan (Current Service).


Kategori terakhir adalah premi yang diterima di periode berjalan. Untuk kategori terakhir, klaim yang terjadi di periode berjalan atas bisnis baru (New Business), sumber dananya adalah dari Premi yang baru diterima di periode berjalan, namun dikurangi dengan Cadangan Preminya pada akhir periode.


Pada kategori ini premi yang baru diterima di periode berjalan seharusnya mencukupi klaim yang terjadi di periode tersebut ditambah dengan klaim yang akan terjadi di masa depan, khusus untuk yang berasal dari bisnis yang baru terbit di periode berjalan. Kami menyebut ini sebagai New Business – Current Service” (“NBCS”) karena klaim ini berasal dari bisnis yang baru didapat diperiode berjalan (New Business) dan klaimnya terjadi di periode berjalan (Current Service).

 

Pada ilustrasi berikut memperlihatkan backtesting dilakukan untuk melihat kecukupan Cadangan Teknis (netto dari reasuransi) dengan pengamatan selama satu tahun untuk perusahaan asuransi umum.


Mengacu pada ilustrasi hasil underwriting di atas, Pendapatan dan Beban Underwriting Lain dianggap bernilai 0. Kita juga akan mengeluarkan komponen bruto dan reasuransi untuk lebih berfokus pada netto sehingga hasil underwriting dapat disederhanakan menjadi berikut :

ree

Pada tahap ini, indikasi kecukupan Cadangan Teknis belum dapat dilihat dengan mudah. Kita baru dapat melihat bahwa di tahun berjalan terdapat profit underwriting sebesar 51.3M namun kita tidak tahu apakah ini memang karena masing-masing Cadangan Premi dan Cadangan Klaimnya cukup atau sebenarnya karena terdapat subsidi antara 3 kategori yang telah dijelaskan di atas.


Dengan menyajikan hasil underwriting dengan komponen seperti di bawah ini akan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas.

ree

Pada komponen pertama, yaitu PBPS, klaim yang dibayarkan selama periode berjalan adalah sebesar 63M. Namun release dari Cadangan Klaimnya hanya sebesar 40M. Ini menunjukan terdapat kekurangan sebesar 22M. Kekurangan ini seluruhnya diakui sebagai kerugian di periode berjalan.


Pada komponen kedua, yaitu PBCS, terdapat release Cadangan Premi sebesar 28M. Di sisi lain, klaim yang terjadi di periode berjalan adalah sebesar 53M dengan 31M nya sudah dibayarkan dan 21M nya masih dicadangkan. Dari sini ternyata perusahaan juga mengalami ketidakcukupan Cadangan Premi sebesar 24M. kekurangan ini juga seluruhnya diakui sebagai kerugian di periode berjalan.


Pada komponen terakhir, yaitu NBCS, perusahaan menerima premi sebesar 154M kemudian mencadangkan Cadangan Premi sebesar 30M sehingga terdapat pendapatan sebesar 123M. Di sisi lain, di periode berjalan terjadi klaim sebesar 24M dengan 14M nya sudah dibayarkan dan 9M nya masih dicadangkan. Dengan demikian komponen ini menghasilkan profit underwriting sebesar 98M.


Dengan menjumlahkan 3 komponen tersebut, maka kita dapatkan profit underwriting sebesar 51M. Namun kita dapat melihat bahwa sebenarnya Cadangan Klaim dan Cadangan Premi yang dibentuk perusahaan tidak cukup. Profit underwriting utamanya didapat dari kategori NBCS. Jika tidak ada perubahan yang signifikan pada proses bisnisnya, kita dapat mencurigai apakah Cadangan Premi (30M) dan Cadangan Klaim (9M) dalam kategori NBCS ini benar-benar cukup? Aktuaris lah yang lebih bisa menjawabnya.

 

Jika Anda bukan seorang Aktuaris, Anda dapat melakukan backtesting seperti ilustrasi di atas namun dengan rentang pengamatan yang lebih panjang. Misalkan dengan mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X5 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X5, juga mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X4 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X4 + 20X5, juga mengamati Cadangan Teknis di awal tahun 20X3 dibandingkan dengan hasil underwriting 20X3 + 20X4 + 20X5, dst. Jika hasil dari pengamatan tersebut menunjukan hasil yang konsisten tidak cukup dan Anda menyadari bahwa tidak terdapat perubahan-perubahan proses bisnis yang signifikan maka mungkin Anda dapat melihat indikasi apakah Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode 20X5 cukup atau tidak.

 

Kita perlu menyadari hal-hal lain yang berpengaruh pada penilaian kita terhadap kecukupan Cadangan Teknis. Pada dasarnya, cara ini tidak menjamin 100% bahwa cukup/tidaknya Cadangan Teknis yang dibentuk di awal periode akan menggambarkan cukup/tidaknya Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode. Beberapa hal yang dapat diperhatikan lebih lanjut adalah (namun tidak terbatas pada) :

  1. Apakah ada extreme event yang mendistorsi pengalaman perusahaan secara signifikan?

  2. Apakah terdapat perubahan komposisi bisnis yang signifikan?

  3. Apakah terdapat perubahan RTC (Rate, Terms & Condition) yang signifikan?

  4. Seberapa signifikan, baik dari sisi nominal dan waktu, praktik early booking dan late booking dalam perusahaan?

  5. Seberapa besar komponen lain dalam Cadangan Teknis yang dipengaruhi oleh basis perhitungannya seperti Provision for Adverse Deviation (PAD), Indirect Claims Handling Expenses (ICHE), Policy Maintenance Expenses (PME), dan discounting effect?

  6. Seberapa besar margin implisit yang tercakup dalam metode dan asumsi yang digunakan, seperti pemlihan LDF, pemilihan Loss Ratio, dll.


Oleh karena itu, Aktuaris tetap diperlukan untuk dapat secara lebih akurat mengkuantifikasi dampak hal-hal tersebut (dan hal lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu) sehingga Cadangan Teknis yang dibentuk di akhir periode dapat dinilai kecukupannya. Aktuaris juga dapat menilai apakah cukup/tidaknya Cadangan Teknis ini akibat volatilitas yang wajar dialami oleh perusahaan asuransi, atau memang ada faktor tertentu.

 

Melakukan backtesting untuk melihat indikasi kecukupan Cadangan Teknis seperti ilustrasi di atas akan sangat bermanfaat bagi perusahaan asuransi sebagai early warning untuk mencegah terjadinya insolvency. Ini juga sejalan dengan penerapan PSAK 117 yang menuntut tingkat transparansi yang lebih tinggi dimana perusahaan asuransi diharuskan untuk memisahkan perubahan yang terkait dengan jasa masa lalu, sekarang, dan yang akan datang, yang langsung berkaitan dengan ketiga kategori sumber dana untuk klaim yang disebutkan.


 

Glosarium

  1. Klaim Outstanding (OS) : klaim yang sudah terjadi dan sudah dilaporkan ke perusahaan asuransi

  2. Klaim Incurred But Not Reported (IBNR) : klaim yang sudah terjadi namun belum dilaporkan ke perusahaan

  3. Extreme Event : kejadian luar biasa yang tidak pernah atau sangat jarang terjadi sebelumnya serta tidak diharapkan untuk terjadi lagi di masa depan dalam waktu dekat

  4. Early booking : pembukuan polis sebelum masa pertanggungan asuransinya mulai

  5. Late booking : pembukuan polis setelah masa pertanggungan asuransinya mulai (atau bahkan setelah masa pertanggungan asuransinya selesai)

  6. Provision for Adverse Deviation (PAD) : Provisi yang menjadi bantalan ketika klaim sebenarnya lebih tinggi daripada nilai estimasi terbaiknya

  7. Indirect Claims Handling Expenses (ICHE) : Biaya tidak langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan klaim, seperti gaji karyawan departemen klaim.

  8. Policy Maintenance Expenses (PME) : Biaya tidak langsung yang diperlukan untuk  memelihara polis, seperti biaya administrasi


Artikel ditulis oleh:

Muhammad Hanif Saiful, ASAI, Senior Konsultan KKA I Gde Eka Sarmaja, FSAI dan Rekan

 
 
 

© 2025 by Kantor Konsultan Aktuaria I Gde Eka Sarmaja, FSAI dan Rekan

bottom of page